Jumat, 12 Februari 2021

 


SCC Menuju Gerbang Banyu Langit

Sworo angin/angin seng ngeridu ati/ngelingake sliramu seng tak tresnani/pengen nangis/ngetokke eluh neng pipi/suwe ra weruh/senajan mung ana ngimpi

......

Ademe Gunung Merapi Purba/melu krungu swaramu ngomongke apa/Ademe Gunung merapi purba/sing neng nglanggeran Wonosari Yogyakarta

Begitulah sang maestro campursari, almarhum Didi Kempot melantunkan lagu Banyu Langit. Suaranya melengking laksana bebatuan Gunung Api Purba yang menjulang. Lengkingan suara itu pula yang tampak pada semangat kelima goweser dari Stemsend Cycling Club (SCC) menuju Gerbang Banyu Langit, Gunung Api Purba.

Hari yang sedikit berawan. Maklumlah musim hujan masih melekat erat dengan bulan Oktober. Hujan masih akrab dengan bumi. Sebuah rencana dadakan diadakan oleh SCC hari itu, mengadakan tur menuju Gunung Api Purba dengan bersepeda. Kali ini tak banyak personel yang bisa ikut dalam tur ini. Hanya lima orang yang berani pancal pedal menuju GAP. Kelima orang itu ialah Pak Purwoko (sesepuh SCC), Pak Sumbul Kusno, Pak Andi (koordinator SCC yang terkenal dengan semboyan "selamat pagi!"), Pak Muhshon Khoiri dengan kebo irengnya, dan Pak Khoirudin. Bisa dikatakan, kelima anggota SCC ini merupakan pentolan dari SCC. Dedikasi dan semangat mereka jangan ditanya lagi. Kalau ada tempat yang menarik hati, tak perlu waktu lama mereka untuk pancal pedal menuju ke sana.

   

    
Jalan naik turun dengan pemandangan samping kanan dan kiri nan syahdu menemani gowes kami. Sebuah perjalanan yang tak mudah memang, namun menantang. Semangat menjadi modal utama kami dalam mengayuh pedal di atas aspal. Meski kontur jalan naik turun laksana rollercoaster, kami bersyukur kondisi aspal jalan begitu mulus untuk dilalui. Hal ini memudahkan dan meringankan perjalanan kami. 
Sebagaimana tur-tur lainnya, master speed tetap dipegang Pak Andi. Hasil konsistensi berlatih begitu tampak pada dirinya. Apalagi ditambah spesifikasi sepeda yang yahud, melajulah ia dengan lenggangnya. Namun, faktor latihanlah yang paling utama. Maka benarlah sebuah petuah bijak yang berbunyi "practice make perfect", latihan membuat sempurna. Sebuah petuah yang tak hanya berlaku dalam dunia goweser saja, tetapi juga berlaku umum dalam kehidupan sehari-hari.


Setelah sekitar tiga jam mengayuh pedal, diselingi dengan istirahat sejenak di sebuah pos ronda, akhirnya sampai juga kami di pos masuk Gunung Api Purba. Tampak rona kepuasan pada wajah-wajah kelima goweser. Lelah, letih terbayar saat kaki menapak tempat tujuan. Sesi berfoto ria pun tak ketinggalan. Mulailah para goweser berpose. Cepreeettt.....



Setelah puas berpose ria, satu lagi ritual yang tak boleh ditunda-tunda, SARAPAN! Kami segera mencari warung sekadar untuk mengisi perut yang sedari di perjalanan terus berbunyi. Bukan lagi keroncongan, tetapi sudah level seriosa tingkat dewa. Ternyata tak mudah menemukan warung makan di sekitar GAP saat pandemi covid-19 seperti saat ini. Kami harus putar-putar dulu sebelum memutuskan sebuah warung pinggir jalan untuk mengisi perut kami. Segera saja piring kami isi nasi dan lauk, santap! Urusan perut memang jangan ditunda-tunda, apalagi setelah melakukan perjalanan yang menguras tenaga.



Ritual sarapan selesai. Wajah-wajah yang tadi pucat kini sumringah kembali. setelah sarapan dan ngobrol ngalor-ngidul ala kadarnya, kami kembali pancal pedal pulang. Meski perjalanan pulang lebih didominasi kontur jalan yang menurun, hal itu tak membuat kewaspadaan kami mengendarai sepeda menurun. Justru dalam posisi jalan menurun inilah dibutuhkan kecakapan dari goweser. Kelihaian memainkan rem dan mengendalikan sepeda menjadi hal penting dan mutlak agar tidak ada peristiwa yang tidak diinginkan. Sebab kebanyakan kecelakaan yang menimpa goweser justru lebih banyak terjadi di jalanan yang menurun.


Sampai wilayah Klaten cuaca sudah sedikit panas. Awan seakan tak mampu menahan gejolak sang matahari yang ingin menyinari bumi. Perjalanan menuju Gunung Api Purba sudah tertuntaskan. Tempat-tempat lain sudah menunggu di rencana ke depan. Perjalanan menuju Gunung Api Purba memang melelahkan. Namun pengalaman dan kesan dalam perjalanan akan menjadi sesuatu yang abadi dalam batin kami. 


Salam Pancal Pedal!
Diabadikan melalui jepretan Nikon D5100

Tidak ada komentar:

Posting Komentar