Rabu, 08 November 2017

Hoax yang Ganas



Menurut saya bohong sekarang ini sudah mencapai tingkat epidemik, dan kita hari ini benar-benar telah kebal terhadapnya.

(Bradlee dalam A Pack of Lies, J. A. Barnes, 2005 )

Pada Jumat yang temaram dan mendung, 27 Oktober 2017, pukul 13.12 WIB, ketika aku masih membersamai murid-murid di kelas, sebuah pesan masuk di grup Whatsapp melalui gawaiku. Pesan itu cukup panjang.

Assalamualaikum. Agar diwaspadai… Dan segera melaporkan jika ada yang mengaku dari fakultas kedokteran ingin mengukur gula darah atau pengambilan sample darah… Gratis … Segera tolak dan laporkan.
Awas Dokter Palsu
Harap kesediaan Anda untuk bantu menangkap mereka dengan cepat jika Anda menemui orang-orang yang berkunjung di depan pintu Anda dan mereka mengatakan dari Fakultas Kedokteran untuk bantu mengukur gula darah secara gratis. Segera informasikan kepada polisi karena orang-orang itu adalah orang yang ingin menghancurkan Indonesia. Mereka berkunjung Dari rumah ke rumah untuk menyebarkan virus AIDS melalui alat suntik yang mereka bawa. Kabar ini berkembang setelah warga pasuruan, jawa timur banyak yang terinfeksi virus AIDS setelah mendapat cek gula darah gratis yang mengaku dari Fakultas kedokteran. Hal yang serupa pun terjadi di daerah jogja yang ada beberapa orang yang diduga terinfeksi AIDS setelah melakukan suntik darah untuk tes gula darah yang sama dilakukan oleh yang mengaku berasal dari Fakultas Kedokteran.
Laporan warga kepada kantor kepolisianpun makin marak, Masyarakat diminta untuk lebih waspada dan segera melapor kepada aparat bila ada hal yang sama terjadi agar dapat ditangkap beserta barang bukti.
Dan ini sdh terjadi di SDN PATAS Gerokgak Buleleng tgl 26 Agust 2017 jam 09.00 wita. Tetapi para guru curiga karena dia memaksa utk mengambil darah, dg alasan mengecek darah murid2.(info dr istri Serda Made Ariawan anggota Latpur).
NB:
Bantu share

Pesan itu sedikit membuatku tertegun sejenak tapi tak sampai membuatku panik. Pesan telah viral karena banyak teman di grup whatsapp yang membagikannya. Setelah menyelesaikan pembelajaran bersama anak-anak, aku mencoba mengecek kebenaran berita itu melalui internet. Kuketikkan di mesin pencari, frasa “cek gula darah aids” maka muncullah di halaman pencari  beberapa judul tulisan yang berkenaan dengan info berita bohong itu. Kucoba membuka satu persatu laman yang ada dalam mesin pencari itu. Laman pertama yang kubuka adalah www.kabarnagari.com. Laman itu memuat bahwa kabar itu hoax (berita bohong). Hal itu diperkuat oleh pendapat dari seorang Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang, Dr. Wirsma Arif Harahap yang menegaskan bahwa info tersebut adalah hoax (berita bohong). Untuk memperkuat keyakinan saya bahwa berita tersebut merupakan berita palsu, saya kembali membuka laman www.jpnn.com. Di laman itu juga mengatakan bahwa informasi mengenai dokter yang mengecek gula darah secara gratis untuk menyebarkan AIDS adalah berita bohong. Semakin yakin bahwa berita itu adalah berita bohong, saya pun tak tertarik untuk menyebarluaskannya ke orang lain.
Bila kita amati di sekeliling kita, perilaku bohong memang sudah bersimaharajalela. Sebagaimana pendapat Bradlee di atas bahwa bohong telah menjadi “penyakit epidemik”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata epidemi berarti “penyakit menular yang berjangkit dengan cepat di daerah yang luas dan menimbulkan banyak korban.” Begitu pun berita bohong yang kian hari kian meluasdan mengganas  menjangkiti manusia dan memakan banyak korban. Ditambah lagi dengan peran teknologi yang kian memudahkan penyakit bohong itu menyebar luas. Ia seolah menemukan sarana superpower dalam diri gawai melalui sosial media. Namun sebagai manusia yang berpikir, kita sejatinya mampu mengenali pola berita bohong itu sehingga tidak dengan mudah menjadi korban.
Sebagaimana berita bohong mengenai dokter palsu yang menyebarkan penyakit AIDS melalui cek gula darah gratis di atas, dapat dilihat bahwa yang menjadi penanda pertama bahwa berita itu berita bohong adalah judul yang bombastis. Di sana tertulis  Awas Dokter Palsu”. Hal itu dilakukan pembuat berita bohong untuk menarik perhatian pembaca. Lema “awas” menandakan seolah-olah berita yang akan hadir adalah berita yang sangat penting dan perlu perhatian pembaca. Penanda kedua adalah isi berita berupa teror atau hasutan. Teror atau hasutan ini dimaksudkan untuk membuat rasa takut pada pembacanya sehingga timbul kepanikan yang berlebihan.  Rasa takut dan panik itulah yang akhirnya membuat seseorang ingin segera menyebarluaskan berita bohong. Mereka (pembaca berita bohong) seolah ingin memproteksi sahabat dan keluarganya, namun justru ikut menyebarkan berita bohong itu semakin luas.
Penanda ketiga adalah menggunakan kata-kata aktif seperti sebarkan, jangan putus di tangan Anda. Dalam kasus berita bohong di atas dapat kita lihat pula penggunaan kata-kata aktif itu, misalnya “Segera tolak dan laporkan, Segera informasikan, NB: Bantu share.” Penanda maupun pola yang terdapat dalam berita bohong (hoax) ternyata mampu dikenali. Hanya membutuhkan ketelitian dari kita sebagai penerima atau pembacanya.
Dilihat dari penanda maupun pola berita bohong yang ada, dapat diambil garis tegas bahwa dampak yang ingin ditimbulkan dengan adanyaberita bohong itu adalah kekacauan tingkat berpikir si pembaca. Mereka (pembuat berita bohong) ingin agar masyarakat menjadi bingung, panik, dan perasaan takut yang berlebihan. Bisa dibayangkan bila berita bohong disebarkan melalui media sosial yang mempunyai tingkat pemakai relatif banyak. Berita bohong itu akan dikonsumsi secara massal. Akhirnya, menimbulkan kepanikan massal pula. Bila dipandang dari sudut si pembuat berita bohong, hal itu bisa menjadi tontonan yang menyenangkan. Sebagaimana pernah dikemukakan J.A. Barnes (2005)“Bohong ibarat sebuah berkah campuran. Ini artinya, jika kita bersikeras hendak melakukannya, apakah nanti kita bisa menghentikannya?” Ya, para pembuat berita bohong bisa jadi sangat termotivasi dan merasa ketagihan ketika berita bohong yang mereka buat berhasil membuat kekacauan dan kepanikan di kehidupan masyarakat.
Lantas apa yang perlu dilakukan tatkala berita bohong itu hadir dalam kehidupan keluarga atau komunitas di sekitar kita? Ada hal-hal yang bisa dilakukan agar kita tidak mudah terhasut oleh berita bohong. Pertama, bila kita mendapatkan berita bohong melalui link URL, segera cek apakah domain yang disertakan merupakan web/domain yang terpercaya. Kedua, sebaiknya cek tanggal sumber berita. Bisa jadi berita yang dikabarkan benar, namun waktu kejadiannya sudah lama sehingga sebenarnya kasus itu sudah tidak ada pengaruhnya lagi di masa kini. Ketiga, jangan malas mengecek ulang dan mengecek silang dengan sumber berita yang lain. Di awal tulisan, saya sudah mencontohkan bagaimana langkah mengecek ulang dan mengecek  silang berita bohong itu dengan sumber berita lain yang dapat dipercaya.
Terakhir, mari kita renungkan kembali sebait puisi gubahan William James Linton yang pernah diterbitkan di Red Republican tahun 1850:Halaman The Times dibaca sang SetanDan ia pun berdehem ‘Ahem’!‘Aku bapak kebohongan’, katanya,‘Namun terkutuk aku jika menjadi bapak mereka’. Kebiasaan membaca puisi atau novel bergelimang imajinasi pun memungkinkan kita mengetahui segala jurus muslihat  untuk membuat orang ribut dan panik. Imajinasi bertemu nalar yang akan mengatasi hoax. Bernalar dan berimajinasi dengan membaca juga yang akan membuat kita teliti dan kritis untuk peredaran berita melalui berbagai saluran. Diri yang pembaca tak gampang dibohongi atau ikut menyebarkan bohong, sebelum diteliti dengan paduan nalar dan imajinasi.
#antihoax #marimas #pgrijateng