Kamis, 11 Agustus 2016

Benteng Van Der Wijck

Kesunyian terasa begitu langkah kaki ini memasuki kompleks Benteng. Kala membuka pintu penginapan, aroma bangunan lama menyeruap hidungku. Ada satu televisi, dua tempat tidur, dua kamar mandi, dan dua almari. Di teras penginapan, satu set tempat duduk tersedia untuk bercengkerama. Malam ditemani secangkir kopi dan setoples kacang cukup nikmat kami santap.

Minggu, 07 Agustus 2016

Membincangkan HORISON (Versi Cetak) yang Tenggelam di Ufuk Barat

Malam mulai turun, ketika motor yang kupacu memasuki parkiran Balai Soedjatmoko. Balai di tengah Kota Solo yang ramai. Solo yang mulai padat dan panas. Pukul 19.00 WIB acara yang ditunggu pun dibuka. Acara yang membincangkan majalah sastra ternama di Indonesia, HORISON. Majalah yang telah malang melintang di percaturan sastra Indonesia selama 50 Tahun itu akhirnya mengumumkan diri TAMAT! Mundur dari hiruk pikuk kesastraan Indonesia. Acara bincang-bincang berlangsung cukup santai. Di moderatori oleh Mbak Indah Darmastuti, dengan menghadirkan pembicara Bandung Mawardi yang mengelola Jagad Abjad dan Bilik Literasi Solo, serta Dewan Redaksi HORISON, Joni Ariadinata, mampu membuat bincang-bincang mengalir bernas. Joni dalam bincang-bincangnya sempat bertutur bahwa kehadiran ruang sastra di koran maupun majalah selain HORISON memang menggembirakan. Namun di sisi lain, hal itulah yang sedikit membuat majalah HORISON terpinggirkan hingga limbung menghadapi persaingan. Hanya idealismelah yang selama ini membuat HORISON tetap bertahan. Pada masa Kementerian Pendidikan yang digawangi Wardiman, HORISON mengalami masa yang cukup menggembirakan. HORISON mampu masuk ke sekolah-sekolah di seluruh pelosok Indonesia. Itulah masa keemasan HORISON.