Menurut
saya bohong sekarang ini sudah mencapai tingkat epidemik, dan kita hari ini
benar-benar telah kebal terhadapnya.
(Bradlee dalam A Pack of Lies, J.
A. Barnes, 2005 )
Pada Jumat
yang temaram dan mendung, 27 Oktober 2017, pukul 13.12 WIB, ketika aku masih
membersamai murid-murid di kelas, sebuah pesan masuk di grup Whatsapp melalui
gawaiku. Pesan itu cukup panjang.
Assalamualaikum. Agar
diwaspadai… Dan segera melaporkan jika ada yang mengaku dari fakultas
kedokteran ingin mengukur gula darah atau pengambilan sample darah… Gratis …
Segera tolak dan laporkan.
Awas Dokter Palsu
Harap kesediaan Anda untuk bantu menangkap mereka dengan cepat jika Anda
menemui orang-orang yang berkunjung di depan pintu Anda dan mereka mengatakan
dari Fakultas Kedokteran untuk bantu mengukur gula darah secara gratis. Segera
informasikan kepada polisi karena orang-orang itu adalah orang
yang ingin menghancurkan Indonesia. Mereka berkunjung Dari rumah ke rumah untuk
menyebarkan virus AIDS melalui alat suntik yang mereka bawa. Kabar ini
berkembang setelah warga pasuruan, jawa timur banyak yang terinfeksi virus AIDS
setelah mendapat cek gula darah gratis yang mengaku dari Fakultas kedokteran.
Hal yang serupa pun terjadi di daerah jogja yang ada beberapa orang yang diduga
terinfeksi AIDS setelah melakukan suntik darah untuk tes gula darah yang sama
dilakukan oleh yang mengaku berasal dari Fakultas Kedokteran.
Laporan warga kepada kantor
kepolisianpun makin marak, Masyarakat diminta untuk lebih waspada dan segera
melapor kepada aparat bila ada hal yang sama terjadi agar dapat ditangkap
beserta barang bukti.
Dan ini sdh terjadi di SDN
PATAS Gerokgak Buleleng tgl 26 Agust 2017 jam 09.00 wita. Tetapi para guru
curiga karena dia memaksa utk mengambil darah, dg alasan mengecek darah
murid2.(info dr istri Serda Made Ariawan anggota Latpur).
NB:
Bantu
share
Pesan
itu sedikit membuatku tertegun sejenak tapi tak sampai membuatku panik. Pesan telah viral
karena banyak teman di grup whatsapp yang membagikannya. Setelah menyelesaikan
pembelajaran bersama anak-anak, aku mencoba mengecek kebenaran berita itu
melalui internet. Kuketikkan di mesin pencari, frasa “cek gula darah aids” maka
muncullah di halaman pencari beberapa judul tulisan yang berkenaan
dengan info berita bohong itu. Kucoba membuka satu persatu laman yang ada dalam
mesin pencari itu. Laman pertama yang kubuka adalah www.kabarnagari.com.
Laman itu memuat
bahwa kabar itu hoax (berita bohong). Hal itu diperkuat oleh
pendapat dari seorang Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Padang, Dr. Wirsma Arif Harahap yang menegaskan bahwa info tersebut adalah hoax (berita bohong). Untuk memperkuat
keyakinan saya bahwa berita tersebut merupakan berita palsu, saya kembali
membuka laman www.jpnn.com. Di
laman itu juga
mengatakan bahwa informasi mengenai dokter yang mengecek gula darah secara
gratis untuk menyebarkan AIDS adalah berita bohong. Semakin yakin bahwa berita
itu adalah berita bohong, saya pun tak tertarik untuk menyebarluaskannya ke
orang lain.
Bila
kita amati di sekeliling kita, perilaku bohong memang sudah bersimaharajalela.
Sebagaimana pendapat Bradlee di atas bahwa bohong telah menjadi “penyakit
epidemik”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata epidemi berarti
“penyakit menular yang berjangkit dengan cepat di daerah yang luas dan
menimbulkan banyak korban.” Begitu pun berita bohong yang kian hari kian meluasdan
mengganas menjangkiti manusia dan
memakan banyak korban. Ditambah lagi dengan peran teknologi yang kian
memudahkan penyakit bohong itu menyebar luas. Ia seolah menemukan sarana superpower dalam
diri gawai melalui sosial media. Namun sebagai manusia yang berpikir, kita
sejatinya mampu mengenali pola berita bohong itu sehingga tidak dengan mudah
menjadi korban.
Sebagaimana
berita bohong mengenai dokter palsu yang menyebarkan penyakit AIDS melalui cek
gula darah gratis di atas, dapat dilihat bahwa yang menjadi penanda pertama bahwa berita itu berita
bohong adalah judul yang bombastis. Di sana tertulis “Awas Dokter Palsu”. Hal itu dilakukan
pembuat berita bohong untuk menarik perhatian pembaca. Lema “awas” menandakan
seolah-olah berita yang akan hadir adalah berita yang sangat penting dan perlu
perhatian pembaca. Penanda kedua
adalah isi berita berupa teror atau hasutan. Teror atau hasutan ini dimaksudkan
untuk membuat rasa takut pada pembacanya sehingga timbul kepanikan yang
berlebihan. Rasa takut dan panik itulah yang
akhirnya membuat seseorang ingin segera menyebarluaskan berita bohong. Mereka (pembaca berita
bohong) seolah ingin
memproteksi sahabat dan keluarganya, namun justru ikut menyebarkan berita
bohong itu semakin luas.
Penanda ketiga adalah
menggunakan kata-kata aktif seperti sebarkan, jangan putus di tangan
Anda. Dalam kasus berita bohong di atas dapat kita lihat pula penggunaan
kata-kata aktif itu, misalnya “Segera tolak dan laporkan, Segera
informasikan, NB: Bantu share.” Penanda maupun pola yang terdapat dalam
berita bohong (hoax) ternyata mampu dikenali. Hanya membutuhkan
ketelitian dari kita sebagai penerima atau pembacanya.
Dilihat
dari penanda maupun pola berita bohong yang ada, dapat diambil garis tegas
bahwa dampak yang ingin ditimbulkan dengan adanyaberita bohong itu adalah
kekacauan tingkat berpikir si pembaca. Mereka (pembuat berita bohong) ingin
agar masyarakat menjadi bingung, panik, dan perasaan takut yang berlebihan.
Bisa dibayangkan bila berita bohong disebarkan melalui media sosial
yang mempunyai tingkat pemakai relatif banyak. Berita bohong itu akan
dikonsumsi secara massal. Akhirnya, menimbulkan kepanikan massal pula. Bila
dipandang dari sudut si pembuat berita bohong, hal itu bisa menjadi tontonan
yang menyenangkan. Sebagaimana pernah dikemukakan J.A. Barnes (2005), “Bohong
ibarat sebuah berkah campuran. Ini artinya, jika kita bersikeras hendak
melakukannya, apakah nanti kita bisa menghentikannya?” Ya, para pembuat berita
bohong bisa jadi sangat termotivasi dan merasa ketagihan ketika berita bohong
yang mereka buat berhasil membuat kekacauan dan kepanikan di kehidupan
masyarakat.
Lantas
apa yang perlu dilakukan tatkala berita bohong itu hadir dalam kehidupan
keluarga atau komunitas di sekitar kita? Ada hal-hal yang bisa dilakukan agar
kita tidak mudah terhasut oleh berita bohong. Pertama, bila kita mendapatkan berita bohong melalui link URL, segera cek apakah domain yang
disertakan merupakan web/domain yang terpercaya. Kedua, sebaiknya cek tanggal sumber berita. Bisa jadi berita yang
dikabarkan benar, namun waktu kejadiannya sudah lama sehingga sebenarnya kasus
itu sudah tidak ada pengaruhnya lagi di masa kini. Ketiga, jangan malas mengecek ulang dan mengecek silang dengan
sumber berita yang lain. Di awal tulisan, saya sudah mencontohkan bagaimana
langkah mengecek ulang
dan mengecek silang berita bohong itu dengan
sumber berita lain yang dapat dipercaya.
Terakhir,
mari kita renungkan kembali sebait puisi gubahan William
James Linton yang pernah diterbitkan di Red Republican tahun
1850:Halaman
The Times dibaca sang Setan/ Dan ia pun berdehem ‘Ahem’!/ ‘Aku
bapak kebohongan’, katanya,/ ‘Namun terkutuk aku jika
menjadi bapak mereka’. Kebiasaan membaca puisi atau novel
bergelimang imajinasi pun memungkinkan kita mengetahui segala jurus
muslihat untuk membuat orang ribut dan panik. Imajinasi bertemu
nalar yang akan mengatasi hoax. Bernalar dan berimajinasi dengan
membaca juga yang akan membuat kita teliti dan kritis untuk peredaran berita
melalui berbagai saluran. Diri yang pembaca tak gampang dibohongi atau ikut
menyebarkan bohong, sebelum diteliti dengan paduan nalar dan imajinasi.
#antihoax #marimas #pgrijateng
Tidak ada komentar:
Posting Komentar