Selasa, 31 Oktober 2017

Makanan dan Sepeda Motor di Mata Siswa


Buku berjudul Nongkrong: Sketsa Kuliner dan Sepeda Motor merupakan buah karya dari siswa-siswi SMK Negeri 2 Klaten. Diterbitkan oleh Jagat Abjad Solo dan didedikasikan untuk para guru dan orang tua siswa. Buku setebal 260 halaman ini memuat segala hal berkenaan dengan aneka kuliner (makanan) yang akrab dengan para siswa. Pelajar yang mayoritas masih berusia 16-18 tahun kini telah memasuki zaman peralihan dalam bab berkuliner ria. Bila dulu kita mengenal jenis makanan gatot, klepon, thiwul, kue puthu, lemper, serta aneka makanan tradisional lainnya, kini generasi milenial ini juga mengenal makanan sejeni pizza, ramen, sushi, spagheti, hotdog, serta sejenis makanan ala luar negeri lainnya."
Simak tulisan dari Rina Pebi Dwi Hastuti yang berjudul Itu Makanan atau Apa? Ia berpendapat bahwa makanan luar negeri baginya adalah junk food, "Makanan yang berasal dari luar negeri biasa disebut junk food atau makanan cepat saji. Jadi makanan tersebut cepat dalam penyajiannya. Padahal kalau menurut saya itu nggak cepat-cepat banget dalam penyajiannya. Contoh makanan cepat saji yang saya tahu sih seperti burger, pizza, spageti, sushi, ramen, hotdog dan masih banyak lagi."
Rina lebih menyukai makanan khas Indonesia yang menurutnya bahan-bahannya lebih berkualitas. Keyakinan Rina ini membuatnya lebih mencintai makanan Indonesia daripada makanan yang bergaya luar negeri, "Jika dibandingkan, makanan Indonesia lebih enak dan lebih sehat daripada makanan yang berasal dari luar negeri. Coba bayangkan bahan-bahan yang digunakan! Bahan makanan Indonesia lebih berkualitas daripada impor bahan makanan yang berasal dari luar negeri. Kan kita tahu Indonesia merupakan salah satu penghasil bahan makanan terbaik di dunia. Walaupun terkadang makanan Indonesia kurang diminati masyarakat Indonesia sendiri. Mungkin itu karena bosen ya sama makanan Indonesia, jadi mereka mencoba makanan luar negeri. Padahal makanan Indonesia saat ini telah menembus pasar internasional. Wiiihh…keren. Bahkan saya pernah mendengar harga 1 porsi nasi goreng yang dijual di luar negeri mencapai seratus ribu rupiah. Kalau di sini mah dua puluh ribu udah dapat banyak."
Lain lagi dengan tulisan Lusiana Asrifatun. Ia menyoroti hubungan makanan dengan sosial media melalui tulisan yang berjudul Makanan dan Sosial Media. Menurutnya orang-orang yang suka mengunggah foto dirinya saat makan adalah orang-orang yang ingin ngehits atau ingin mendapat reward dari si pemilik warung atau resto, "Mengapa orang sering meng-upload? Agar mereka hits, mungkin juga untuk mempromosikan makanan tersebut."
Tegar Pratama Putra mengenang perjalanan hidupnya dengan sepeda motor tua yang diberinya nama Tedjo. Kebersamaan saat berangkat ke sekolah dengan Tedjo membuat ingatan yang sulit dilupakan Tegar. Sepeda motor tua memberinya sebuah sensasi yang tak didapatnya kala mengendarai Beat-nya, "Di perjalanan aku selalu disuguhkan motor ini pada pemandangan alam. Nyanyianku berpadu dengan suara knalpot motorku ini. Hingga akhirnya kupanggil motor ini dengan nama si Tedjo. Mungkin si Tedjo itu nama lama dan motorku itu juga lama atau tua. Di saat pagi Tedjo selalu menghadirkanku pemandangan sunrise yang indah, beda dengan motor Beat yang sudah dibelikan bapak untukku. Dengan Beat saya bisa santai berangkat lebih siang. Bila dengan si Tedjo, saya harus berangkat pagi karena kecepatan lari Tedjo hanya sampai 30-40 km/jam. Ya, sungguh lama untukku yang dari rumah hingga ke sekolah harus menempuh jarak sekitar 25 km."
Tulisan-tulisan para siswa ini memang sederhana. Cenderung lebih bersifat kenangan. Namun, bacaan ringan ini dapat menjadi penanda bahwa kehidupan telah bermetamorfosis, berkembang dan berubah. Melalui tulisan merekalah kita mampu belajar tentan kuliner dan sepeda motor kekinian.